Teruntukmu Bidadariku


Sebelum suatu saat nanti secara ritual aku menjanjikan hal yang sebenarnya menurutku sedikit nggak masuk akal di depan pengulu, bolehkan aku bertanya kepadamu.?
Sekarang banyak perempuan mencari imam untuk kehidupannya. Tapi, dalam melewati kehidupan bersama-sama kelak aku tidak ingin menjadi imammu, aku hana ingin menjadi temen seperjuanganmu saja.
Apakah kamu masih mau denganku.?

Ini bukan tentang agama, bukan itu, hanya saja nampaknya penggunaan kata ‘imam’ dan ‘makmum’ terlalu berlebihan buat hubungan kita nantinya yang compang-camping ini.
Jika kamu makmum, kamu hanya mengikuti dan mengaminiku, apakah itu cukup untuk mengatasi permasalahan hidup di masa depan nanti hanya dengan amin darimu.?
Dan aku berfikir tidak akan cukup. Tapi aku butuh pendapatmu juga. Aku bukan datuk maringgih yang ingin memperistrimu semata-mata karena kecantikanmu saja, dan pastinya aku ingin menikahimu juga karena aku merasa bahwa kamu bukan siti nurbaya yang mulutnya terbungkam oleh tradisi. Aku hanya menginginkanmu jadi pasanganku karena aku selalu merasa bahwa kamu adalah sahabat terbaikku.
Lagi-lagi aku bilang ini bukan tentang urusan agama.
Ini urusan kita dan kehidupan kita yang semakin hari semakin nggak masuk akal. Bagaimana mungkin aku bisa tahu, apa yang dibutuhkan seorang anak prempuan kalau tanpa kamu kasih tahu.
Jika kamu makmumku, kamu tidak berhak berbicara bahkan kamu tidak punya hak untuk bicara kecuali mengamini.
Lalu bagaimana kelak aku bisa paham apa yang dibutuhkan oleh putriku jika kamu hanya makmum.?
Bagiku, kata ‘imam’ dan ‘makmum’ itu justru seperti pembatas untuk mencegah aku dan kamu untuk masuk ke dalam sebuah team yang sama. Aku tidak akan pernah bisa jadi teman satu teammu yang hebat buatmu dan sebaliknya.
Lagi-lagi ini katakan ini bukan urusan agama, ini adalah urusan tentang mengakui kelemahan dan memaaksimalkan semua kelebihan yang ada, aku bukan pak habibi dengan kecerdasannya yang luar biasa dan aku bukan pula faith safiganic yang fasih dalam berbicara arab. Aku hanya orang biasa yang dengan begitu banyaknya kelemahan.

Kok rasanya aku lancang jika aku mengaku aku mampu untuk jadi imam kehidupanmu. Aku yang masih gagap kehidupan ini harus menjadi imam dari perempuan sehebat kamu.?
Ini jelas bukan urusan tentang agama. Bagiku kata ‘imam’ memiliki arti yang sangat besar dan sebuah tanggung jawab yang aku sendiri tidak yakin mampu untuk melakukannya. Aku tak sepemberani para super hero modern yang bisa menumpas segala kejahatan dan aku juga tidak sebijak politikus besar semacam sujiwo tejo yang mampu melestarikan budaya-budaya bangsa.
Aku.? Aku hanya manusia yang tidak istimewa yang terkadang takut dan juga sering salah dalam mengambil keputusan. Maka dari itu , aku butuh kamu untuk jadi temanku. Menemaniku dan memberitahuku kalau salah.
Aku yang hanya hafal surah al-fatihah, an-nas dan al-ikhlas ini akan berusaha keras belajar tentang agama biar kelak nantinya atau paling tidak suaraku nggak sumbang ketika harus mengadzani telinga anak kita nanti yang baru lahir. Untuk urusan agama, meskipun aku ini tidak tahu apa-apa tentang agama, aku akan berusaha sebaik-baiknya untuk memimpinmu dalam beribadah. Tapi, untuk menjalani urusan kehidupan sehari-hari, tidak bisakah aku menjadi temanmu saja, menjadi sahabatmu. Bukan imammu yang dituntut untuk selalu menunjukkan kebenaran padamu. Dan lagi,tahu apa aku tentang kebenaran.
Maka dari itu, dalam menjalani hidup tak bisakah kita bersanding bersama menjadi makmum.? Makmum dari yang paling sejati allah swt.

Artinya: "Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu." (QS. Al-Baqoroh [2]:187)
Dalam ayat tersebut Allah swt. menyebut bahwa suami adalah libas bagi istrinya dan istri juga adalah Libas bagi suaminya. Kata “libas” mempunyai arti penutup tubuh (pakaian), pergaulan, ketenangan, ketentraman, kesenangan, kegembiraan dan kenikmatan.
Bagaimanakah aku bisa senang dan bagaimanakah hidup kita bisa tentram jika nantinya kamu jadi makmum yang hanya bisa mengamini dan tidak punya hak untuk bicara. Dengan apakah kita akan merasakan kegembiraan jika yang selalu mengambil keputusan adalah aku yang terkadang salah mengambil keputusan dan terkadang juga keputusan itu tidak adil bagimu.
Dan untuk yang terakhir kalinya masihkan kamu mau HIDUP denganku.?

Comments

  1. iki APRIL pak, yaelah.. bukan terbaru namanya... huh, upload nya pas dg nama mantanmu ya pak wkwkwkwk #ketawajahat

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

HCS (Hydrocarbon Crack System)

Cinta Tak Terbaca